Selasa, 23 Juli 2013

pelangi oh pelangi


* Krrrrriiiiiiiiiinnnggg..... *
Suara bel sekolah telah usai. Aku segera berjalan menuju ke kantin dimana aku biasa menunggu pujaan hatiku. Aku biasa menunggu dia di pojok kantin, dimana aku dan dia juga biasa makan berdua di waktu istirahat. Di tambah suasana yang rindang dengan di tumbuhi pohon palm. Canda dan tawa selalu mengisi waktu istirahat kami berdua. Tak lama kemudian dia datang. Ku liat dari kejauhan sepertinya dia tampak murung. Tapi hari ini ku liat ada keganjilan dari raut wajahnya. Tidak seperti hari-hari lain. Tak ada senyum manis dari lesung pipinya. Tapi hari ini sangat ganjil sekali. Ku liat dia tidak tersenyum kepadaku. Ku liat seperti ada beban yang menghantui wajah manis dia.
" Kenapa kamu Shan hari ini ? " tanyaku penuh tanda tanya.
" Aa... Aku gak kenapa-napa kok. " jawab dia dengan gugup.
Ku tatap bola matanya dengan penuh keheranan. Ku pegang kedua tangan Shania untuk meyakinkan.
" Tidak mungkin gak terjadi apa-apa. Pasti ada sesuatu yang terjadi sama kamu ? " tanyaku lagi dengan heran.
" Beneran aku gak kenapa-napa kok . Aku lagi kurang fit aja sama hari ini. " jawab Shania sedikit agak serak suaranya.
" Ya udah kamu nanti pulang langsung minum obat terus istirahat ya. " kataku sambil menghabiskan roti bakar yg tadi ku pesan.
" Oh iya kamu gak mesen roti bakar dulu shan ? "
" Gak, aku gak laper kok. " jawab shania.
" Wah tumben kamu gak makan roti bakar dulu sebelum pulang ke rumah. Biasanya kamu paling demen kalo pulang sekolah makan roti bakar. " kataku sambil menghibur Shania.
" Kan aku udah bilang kalo aku lagi gak laper dan lagi gak enak badan. " jawab Shania sedikit agak membentak.
" Ya udah kalo kamu gak laper kita langsung pulang aja yuk. " kataku sambil berdiri dan memakaikan swetear kepada Shania.
Kami berdua langsung beranjak meninggalkan kantin dan menuju parkiran. Tampaknya Shania tidak mau bicara. Tidak seperti biasanya Shania selalu bercerita tentang kejadian yg lucu, mulai dari kelakuan teman sebangkunya si Ochi dan juga blak-blakan kepadaku. Feeling ku kuat sekali pasti ada sesuatu yg Shania tutupi. Seribu tanda tanya menyelimuti pikiranku. Aku tak mau membuat Shania kesal lagi cuman gara-gara aku selalu bertanya. Aku segera mengambil sepeda yang cukup jauh aku menaruhnya.
" Tunggu di sini ya sayang. " kataku sambil mengambil tas Shania.
Aku bergegas mengambil sepedaku. Ku dengar suara orang memanggilku dengan mengangetkan.
" Juned !! Azzeek pulang bareng ama yayang Shania. " sapa Ochi menepuk pundakku.
" Lo gak dimana-mana kalo dateng muncul pasti ngangetin. "
" Ya elah woles aja kale. " kata Ochi sambil cengar-cengir.
" Lagian lo juga udah kaya layangan singit tiap ketemu orang pasti lo kagetin. " kataku sambil memasukkan tas shania ke dalam keranjang sepedaku.
" Haha.... Lo kaya baru kenal gue aja Jun. Kan gue kalo lagi singit suka begitu. " kata Ochi sambil ketawa cekikikan.
" Eh gue pengen nanya nih ama lo Chi. " kataku sambil mendekati Ochi.
" Woles, mao nanya apaan? Pasti gak jauh-jauh nanyain Shania. "
" Iya lah, selaen lo siapa lagi yang bisa gue nanyain keadaan Shania. " kataku sambil berbisik kepada Ochi.
" Kok hari ini ada yang aneh ya ama Shania, gak kaya biasanya Shania begini. Lo tadi gimana keadaan Shania di kelas? "
" Iya dia juga diem aja tadi di kelas. Tapi gue nanya ama dia, dia lagi gak enak badan. Trus gue pegang jidatnya gak anget kok biasa aja. " jawab Ochi.
" Lo gak nanya ama dia lagi ada masalah apa? " kataku dengan heran.
" Dia pasti cerita duluan Jun kalo ada masalah, apalagi kejadian konyol. "
" Gue tadi pas nunggu dia di kantin juga gak cerita sama sekali. " kataku sambil melihat Shania di pos satpam yg dari tadi sudah menungguku.
" Ya lo coba lagi aja nanya-nanya ke dia. Lo ajak ke taman deket kompleks. Nah di situ kan suasananya pas buat tenangin pikiran trus lo bisa ngobrol deh berdua. " kata Ochi sambil melambaikan tangan ke Shania.
" Wah bagus juga tuh ide lo. Gue ajak aja dia ke taman. Ya udah gue pulang dulu. Kasihan tau Shania dari tadi nungguin. Makasih sarannya Ochi singit. " kataku sambil mencubit pipi Ochi dan mengayuhkan sepedaku menuju pos satpam.
" Ah sialan lo Juned! Awas aja ya kalo ketemu gue timpuk lo! " teriak ochi.
Aku menghampiri Shania yang dari tadi menungguku.
" Maap ya aku udah ngangurin kamu di sini. Abis tadi si Ochi singit isengin aku. "
" Iya gak apa-apa kok. " jawab Shania sedikit tersenyum dan langsung duduk di belakang sepedaku.
Aku langsung mengayuhkan sepeda perlahan-lahan. Shania masih diam tidak mau cerita kepadaku.
" Nanti pulang ke taman yg di kompleks dulu gimana Shan?" kataku sambil menoleh ke Shania.
" Aku cape banget hari ini sayang. Aku pengen istrihat dulu. Nanti lain waktu kan bisa. " kata Shania sambil memeluk erat pinggangku.
" Ya udah lain kali aja kita ke tamannya. " kataku yg mulai mengayuh cepat pedal sepeda.
Aku merasa pelukan Shania berbeda sekali. Baru kali ini dia memeluk erat pinggangku sampai meneteskan air mata. Aku tak sadar bajuku sudah basah oleh air mata Shania. Aku langsung menoleh ke belakang.
" Shan kok kamu nangis? Kamu takut ya aku bawa sepedanya kenceng. "
Shania langsung sadar kalo bajuku sudah banjir oleh air matanya. Shania langsung menghapus air matanya.
" Gak kok. Gak kenapa-napa. " jawab Shania yg langsung gugup.
" Bener kamu gak kenapa-napa. Ya udah nanti sampai di rumah kamu langsung makan trus jangan lupa minum obat dan istirahat ya. "
Ku ingin menanyakan ini semua pada waktu yg tepat. Ku rasa ini bukan waktu yang tepat buat menanyakan ini semua.
**
Bulan dan bintang sudah menyelimuti malam. Aku berbaring di tempat tidur. Ku liat foto aku dengan Shania tampak terletak sebelah kanan tempat tidurku. Ku coba mengambilnya dan ku pandangi. Tak sadar aku seperti kembali ke masa lalu dimana aku pertama kali mengenal Shania. Tak terasa sudah lebih dari satu tahun aku menjalani hubungan ini. Banyak sudah masa-masa senang maupun duka aku lewati bersama Shania. Tepat tanggal 27 juni tahun lalu. Aku memberikan kado berupa gelang bertuliskan 'ShanJu' yaitu 'Shania Junianatha' atau bisa di singkat 'Shania Junaedi'. Sampai gak sadar kalo aku sampai cengar-cengir sendirian di kamar. Dan akupun tertidur pulas.
*****
Pagi telah tiba. Ku dengar suara handphoneku berbunyi. Ku liat ada message dari Shania.
* Triiit... Triiit *
" Maaf ya sayang tadi malam aku udah tidur duluan, trus aku habis minum obat trus langsung tidur deh. Maaf ya sayang ^_^ . Nanti kayanya aku hari ini gak berangkat bareng ama kamu dulu deh. Soalnya aku di anterin sama ayahku. Kamu gak marah kan. Ya udah aku mau mandi dulu nanti kesiangan lagi. Dadah Junaedi... ^^ "
Aku lega ternyata tidak terjadi apa-apa kepada Shania. Akupun segera mandi dan berangkat menuju sekolah. Pagi ini aku tidak berangkat bareng dengan Shania. Setelah semua sudah selesai dan rapi akupun segera mengambil sepeda yang berada di garasi samping rumah. Udara pagi ini terasa sejuk. Ku hirup dan ku nikmati sambil mendengarkan lagu. " Bersepeda aku menanjaki bukit itu, Sekuat tenaga ku kayuh pedalnya. Anginpun mulai menghembus kemejaku, Ku rasa masih kurang cepat~~ " gumamku mendengar lagu di handphoneku.
Tak terasa dari kejauhan sudah terlihat gerbang sekolah. Sebagian murid-murid juga ada yang di antarkan oleh orang tuanya. Aku menuju parkiran biasa memakirkan sepeda. Setelah ku menaruh sepeda, ku liat di pos satpam seperti anak perempuan yg turun dari sebuah mobil klasik. Bagiku mobil klasik itu tidak asing. Ternyata benar yg ku liat anak perempuan yg turun dari mobil klasik itu adalah Shania. Aku pun segera berlari dan melambaikan tangan ke Shania. Shania tidak merespon lalu mempercepat langkah menuju kelas. Aku pun tidak dapat mengejarnya. Lalu aku masuk ke kelas Shania. Ku liat dia lagi sibuk mengerjakan tugas sekolah. Mungkin dia belum mengerjakan tugas karena semalam tadi dia tidur. Akupun mengalah dan tidak mau mengganggu Shania. Aku segera menuju ke kelasku. Kebetulan kelas ku tidak jauh dari kelas Shania. Aku berada di kelas XI IPS-3 sedangkan Shania di kelas XI IPS-1. Waktu di sekolah berjalan begitu cepat hingga akhirnya bel pulang berbunyi. Seperti biasa aku menunggu Shania di kantin. Ku liat Shania sama seperti hari kemarin. Tidak ada senyum yg menghiasi wajah manisnya. Dan aku dan Shania langsung menuju parkiran. Di perjalanan menuju parkiran aku mulai bertanya kepada Shania.
" Nanti pulang sekolah kita ke taman deket kompleks yuk, gimana? "
" Ya udah, ada yg pengen aku omongin sesuatu ama kamu. " jawab shania
" Mau ngomong apa? Aku juga pengen nanya sesuatu juga ama kamu. "
" Ya udah nanti aku juga mau jelasin semua ke kamu tentang kejadian kemarin. " jawab Shania.
Aku segera cepat mengambil sepedaku lalu mempercepat langkah sepeda menuju ke taman. Sesampai di taman, Shania entah kenapa langsung memelukku dengan erat. Kebetulan suasana di taman mendukung dan tidak terlalu ramai. Aku memulai pembicaraan kepada Shania.
" Kamu kenapa kemarin seperti gak biasanya? " kataku yg masih di peluk Shania.
" Kamu sayang kan sama aku jun? " jawab Shania yg mulai meneteskan air matanya.
" Lah kenapa kamu ngomong begitu Shan. Ya jelas aku sayang banget ama kamu. " kataku sambil melepaskan pelukkan dan menatap kedua bola mata Shania.
" Kamu rela gak kalo kamu harus kehilangan aku? " tanyanya lagi.
" Ya jelas gak rela aku harus kehilangan kamu. Kamu kenapa nanya begitu. Ada apa dengan kamu Shan? " jawabku sambil mengusap air mata Shania.
" Seandainya aku harus jauh dari kamu dan pergi dalam waktu yg cukup lama? "
" Maksudnya ? " jawabku dengan heran.
" Iya, aku harus pergi ke Jepang karena ayah dapat dinas di sana. Dan aku beserta keluarga juga harus pindah ke sana. " kata Shania yg meneteskan air matanya lagi.
Entah kenapa aku lemas mendengar perkataan Shania. Mau tidak mau aku harus mengalah dalam posisi seperti ini.
" Aku bakalan siap kok kamu jauh dari aku. Kan kita punya gelang perasa. Dimana kamu rindu aku. Aku juga ngerasain. Dan begitu juga sebaliknya. Aku juga akan setia menunggu kamu. " jawabku sambil memegang tangan Shania.
" Kamu bakalan sabar dan setia kan jun nungguin aku pulang ke sini? "
" Iya-iya aku bakalan sabar dan setia kok nungguin kamu pulang. " jawabku sambil mengecup kening Shania menghentikan pembicaraan.
Tak terasa waktu senja telah tiba. Aku dan Shania pun segera pulang. Aku berjalan menenteng sepeda bersama Shania. Di perjalan kami berdua sempat berbincang tuk terakhir kalinya.
" Mulai kapan kamu akan pergi ke Jepang ? "
" Mulai besok pagi aku dan keluargaku akan pergi. Tadi pagi sengaja aku gak berangkat bareng ama kamu dan Ayah anterin aku untuk mengurus juga kepindahan sekolah. " jawab Shania.
" Kenapa kamu tutupi dari aku dan baru bilang sekarang Shan? "
" Karena aku pengen tau seberapa siap dan sanggup kamu tuk jauh dari aku. Sebenernya kabar ini udah seminggu yg lalu. Dan aku gak mau aja kamu gak nerima kepergian aku. " jawab Shania.
" Aku juga sudah beritahu Ochi sebelumnya. Dan aku sengaja supaya Ochi tidak cerita dulu sama kamu. " kata Shania yg menatapku.
Aku langsung kaget Shania bilang begitu kepadaku. Dan aku gak percaya kenapa Shania bisa setega itu. Sampai tiba di rumah Shania, untuk terakhir kalinya. Tak kuat aku menahan ini semua. Pegangan tangan ini menjadi yg terakhir tuk perjumpaan aku dan Shania. Senja sudah semakin gelap. Akupun pulang ke rumah.
Seperti biasa berangkat ke sekolah. Aku harus bisa bersemangat tanpa Shania. Hari-hariku harus ceria walau tak ada Shania di sampingku. Aku harus bisa juga jalani hubungan jarak jauh ini. Aku gak mau bikin Shania kecewa dengan sikapku tak bisa tanpa dia. Seperti biasa hari-hariku menjalani aktifitas di sekolah. Ku hanya termenung terus memikirkan Shania. Hingga bel pulang sekolah pun berbunyi. Aku berjalan menyelusuri jalanan hingga ku terhenti di sebuah cafe tuk memesan segelas jus. Tak tahu kenapa sekumpulan orang mengerubungi sebuah siaran berita di tipi. Aku pun tak memperdulikan. " Ah palingan juga berita pemerkosan wanita di angkot ato seorang juragan minyak punya 48 bini. " gerutuku sambil menghabiskan minuman. Ku tak perduli apa yang mereka tonton. Ku hanya bisa kembali termenung dengan Shania. Sampai seketika akupun ikut penasaran apa yang mereka tonton. Dan tak sengaja ku menguping salah seorang berkata, " Ada kecelakaan pesawat Aer Asia Boeng 737 tuh. Mana baru take off sudah kecelakaan aja. " kata salah seorang. Akupun jadi teringat dengan Shania lagi. Apakah Shania termasuk korban kecelakaan pesawat tersebut? Lantas aku langsung menghampiri kerumunan orang-orang yg menonton berita tersebut. Dan ternyata benar pesawat yang kecelakaan itu akan berangkat menuju Jepang. Akupun lemas melihat dan menyaksikan berita tersebut. Tanpa pikir panjang akupun langsung pergi menuju bandara untuk mencari informasi pesawat kecelakaan itu. Ku hentikan taksi menuju bandara. Di dalam taksi aku menjadi gemetaran dan pikiran ku kacau berantakan.
Sampai di bandara banyak sekumpulan orang yg melihat daftar para penumpang pesawat kecelakaan itu. Ku cari nama 'Shania Junianatha'. Dan benar naas menimpa semua keluarga Shania. Aku lemas melihat nama Shania ikut dalam kecelakaan pesawat itu. Aku tak tau harus bagaimana lagi. Aku pun menangis menjerit teriak sejadi-jadinya tak kuasa menahan kepedihan ini. " Iniii tiiidaaak mungkiiin.......... !! Shaaaaaniiiiiaaaaa.......... !! " teriakku sekeras-kerasnya. Akupun panik dan bertanya kepada seorang petugas bandara menanyakan di mana korban kecelakaan pesawat berada. Tanpa pikir panjang lagi aku langsung berlari dan memberhentikan taksi. Bena-benar kejadian ini tidak bisa ku terima. Aku berharap ada mukjizat buat Shania selamat.
Sampai di rumah sakit dimana para korban kecelakaan pesawat di evakuasi. Akupun langsung berlari menuju ruang evakuasi para mayat. Aku mencari daftar para korban lagi. Dan aku baru ingat kalo Shania memakai gelang itu. Lantas aku mencari korban memakai gelang sama persis denganku. Ketika ku melihat sesosok mayat berselimut kain putih menutupi memakai gelang sama persis denganku. Akupun langsung mendekati dan membuka secara perlahan...
*****
" Tiiidaaakkk..... !! " Teriak ku ketika ku tau yang tadi itu ternyata mimpi. Keringat dingin bercucuran di badanku. Mimpi buruk yang benar-benar kenyataan. Setengah sadar dari mimpi aku langsung menghubungi Shania. Tak ada jawaban dari telpon Shania. Panik dan sedih masih terbayang dalam pikiranku tentang mimpi Shania. " Apa ini pertanda buruk buat Shania? " pikirku dalam hati. Ku liat di luar rumah gerimis menyelimuti. Tanpa pikir panjang akupun langsung ke rumah Shania. Ku kayuh cepat pedal sepedaku tengah gerimis.
Sampai di rumah Shania, ku ketok pintu rumah Shania...
" Shania... !! Shania... !! " teriakku panik.
* Klerk *
" Kenapa Jun ujan gerimis begini ke rumah? " sapa Shania yg membukakan pintu.
Langsung ku peluk Shania dengan erat.
" Kamu gk kenapa-napa kan Shan? Kamu gk pergi ke Jepang kan? Kamu gk kan ninggalin aku Shan? " kataku panik memegang bahu Shania.
" Aduh plis kamu kenapa dateng-dateng udah kaya orang ke sambet? Kamu abis nonton apaan semalem ampe segitunya? " jawab Shania heran melihat tingkahku.
" Syukur deh kalo kamu gk kenapa-napa dan masih selamat. " * fiyuh * kataku menghela napas.
" Selamat apanya maksud kamu Jun? " tanya Shania bingung.
" Shan kita ke taman yuk ada yang pengen aku tunjukkin. " ajakku sambil menarik tangan Shania.
" Mao ngapain sih gerimis begini ke taman? "
" Udah ikut aja ayo sekalian pengen jelasin yg tadi? "
Shania langsung memakai sweater dan langsung duduk di belakang sepedaku. Akupun langsung melaju cepat menuju taman.
Sampai di taman...
Shania masih bingung apa yang aku tunjukkin ke dia. Dan tiba-tiba perlahan hujan gerimis pun berhenti. Mendung pun perlahan menghilang.
" Apa yg kamu pengen jelasin ke aku? " tanya Shania.
" Kamu kemaren sewaktu pulang sekolah kenapa murung? " jawabku menatap Shania.
" Oh... Waktu pulang sekolah kemaren aku tuh sedih mendengar kabar Nenekku meninggal. Dan maap aku gak bisa jelasin ke kamu karena aku langsung shock. Nenekku adalah orang yg paling ku sayangi juga. " kata Shania menjelaskan.
" Sekali lagi maap aku jadi murung ke kamu. " kata Shania lagi.
" Syukur deh kalo begitu udah jelas semuanya. " kataku.
" Nah sekarang apa yang pengen kamu tunjukkin ke aku? " tanya Shania heran.
" Coba deh sekarang kamu liat ke langit. "
" Ada apa sih mangnya di langit? "
" Liat dulu dengan teliti. "
" Ih orang gk ada apa-apa. "
Tiba-Tiba pelangi pun muncul bermunculan aneka warna.
" Iya tuh ada pelangi. Aduh indah banget ya. "
kata Shania kagum.
" Kamu liat gak di situ ada dua pelangi? "
" Mana sih ada dua pelangi? Orang cuman satu doang. " jawab Shania bingung.
" Iya bener di situ cuman ada satu. Dan satu lagi ada di samping aku. " kataku langsung menatap tajam mata Shania.
" Pelangi yang di langit itu yang selalu mewarnai alam sekitarnya dan perlahan-lahan pudar. "
" Terus pelangi selanjutnya mana? " tanya Shania lagi.
" Pelangi yang gak akan pernah pudar dan selalu mewarnai hari-hari aku adalah kamu. "
Kami pun berdua kembali bercengkrama ditaman. Aku menjelaskan kembali mimpiku semalam kepada Shania. Shania pun tertawa mendengarkan cerita dari mimpiku. Mimpi yang sungguh tak bisa ku terima harus kehilangan Shania. Kehilangan pelangi yang paling berharga. Canda dan tawa Shania.

***
Fanfict kiriman dari:


Read more: http://alimusiri.blogspot.com/2013/03/pelangi-oh-pelangi.html#ixzz2ZuRAlNH0

Kembang Api Untuk Lidya


Malam ketika ku tak bisa tidur ku selalu SMS Lidya. Kupejamkan mata ditempat tidur ku menunggu SMS balasan. Ketika hpku bergetar, SMS masuk yang kutunggu tiba. Kuambil kunci mobil di meja belajarku dan berlari menuju mobil. Saat melewati depan kamar orang tuaku, aku berjalan mengendap – endap seperti maling. Ya, malam ini aku memang ingin mencuri, mencuri hati Lidya. Pelan – pelan kubuka pagar, kudorong mobilku agar tidak terdengar bunyi mesin mobil, lalu kututup lagi pagar rumahku dan ku pacu mobilku menuju rumah Lidya.
Di depan jendela kamar Lidya kulempar batu, aku yang dari bawah memberi isyarat.
“Kamu gila ya? Mau ngapain?” Tanya Lidya.
“Iya, jalan – jalan yuk.” Ajakku sambil berbisik dari bawah.
“Kemana?”
“Kita Pajama Drive.”
“Maksudnya?”
“Kita jalan – jalan pake piyama.”
“Sakit nih kamu kayaknya.”
“Iya, sakit Malarindu.” Ledekku.
Lidya hanya tersenyum. Ia mengambil jaket dan keluar dari jendela kamarnya. Ia berjalan di genteng yang rata, dan mendekati sambungan pipa didekat dinding rumahnya. Lidya kini ada dihadapanku.
“Mari Tuan Putri.” Aku memberikan tangan layaknya seorang pangeran.
“Laga lu selangit, kebanyakan nonton ftv.” Ledek Lidya.
“Biarin, kalo cuma jadi cerpen pun aku juga seneng sama cerita kita.”
Lidya hanya tersenyum mendengar ledekanku. Kami masuk ke mobil dan memulai perjalanan.
 “Aku laper.” Rengek Lidya.
“Manja.”
“Pokoknya sebelum pulangin aku, aku harus makan dulu.”
“Kok gitu?”
“Kamu kan udah nyulik aku.”
“Iya, aku mau ajak kamu ketempat makan romantis nih.”
“Dimana?”
*
“Pesanannya silakan?”
“CheeseBurger 2, kentang yang medium, sama Milo 2, esnya dikit aja.” Ucapku.
“48ribu, bayar dan ambil pesanan di depan ya, terima kasih sudah menuju drive trhu mekdi.”
“Makan malem romantis? Disini?” Tanya Lidya heran.
“Gausah ngeluh, watch and learn.”
Aku mengambil dan membayar pesanan makanan. Setelah itu aku menuju parkiran mobil dan keluar. Lidya ikut keluar mobil dan heran.
“Mau ngapain sih?”
“Sini, katanya mau romantis.” Ajakku.
“Manaaa??”
Aku duduk di belakang mobilku (ceritanya mobilnya sedan, BMW325i) aku duduk sambil memakan cheeseburger punyaku. Lidya duduk di sebelahku.
“Oh... nontonin malem yah ceritanya?” Tanya Lidya.
“Gak sekalian nontonin kebakaran aja.” Ledekku.
“Eh tapi keren yah, liatin bintang malem – malem gini. Lebih keren lagi kalo ada yang bisa warnain langit ini buat aku.”
“Kalo aku bisa warnain langit malam ini, kamu mau kasih aku apa?”
“Hati aku.” Jawab Lidya sambil senyum memanja.
Aku bengong. Milo yang kuminum tumpah dari mulutku.
“Eh, kesambet, pulang ah. Udah mau pagi, tuh banci sama bencong udah pada mau pulang.” Minta Lidya.
“Tau aja bosnya bencong.” Ledekku.
Aku dan Lidya masuk ke mobil dan menuju jalan pulang kerumah Lidya.
*
Malam yang lain kini tiba. Aku kembali mengetuk jendela kamar Lidya dengan batu.
“Mau apa lagi kamu?” Tanya Lidya.
“Mau ngewarnain langit, ayo.” Ajakku.
Lidya segera turun dari kamarnya dan menuju mobilku.
Diperjalanan, wajah Lidya nampak gelisah.
“Kamu lagi sakit ya?” Tanyaku.
“Enggak kok.”
Tiba – tiba telepon genggam milik Lidya berdering. Tertuliskan nama “Mamah” menelfon Hp Lidya.
Wajah Lidya panik.
“LIDYAAAAAAA!!!!!!!!!!!!!!!!!!” Suara dari telfon terdengar keras.
“I...Iya, Mah?” Jawab Lidya gugup.
“DIMANA KAMU?”
“Di...taksi, Mah...”
“NGAPAIN DI TAKSI JAM SEGINI? JADI JOKI?”
“Aku laper, tadi abis beli mekdi...”
“POKOKNYA PULANG SEKARANG!!! JANGAN SAMPE KAMU BESOK JADI BATU!!”
Telepon mati. Lidya pucat, panik.
“Aku mau pulang, cariin aku taksi, sekarang.”
“Maafin aku ya, Lid.”
“Minta maafnya besok aja kalo aku gak jadi batu.”
Aku hanya diam dan mencarikan taksi. Saat berhenti di lampu merah, jalanan nampak sepi.
“Mau cari taksi dimana?” Tanyaku.
“Mana aja, yang penting pulang.” Jawab Lidya jutek.
“Kemenoong...kemenoong...keee...meenooong..” Ucap seorang bencong yang ngamen.
“Tapi gak disini ya, aku ngeri.” Lanjut Lidya.
“Iyyh... Libomnya bagaskara deh ah...” Ucap si bencong.
“Eym...dua sejoli, menjalin cintong, pamali ih, mending eyke jadi orang ketiga yuk.” Lanjut bencong.
“Jadi setan dong lo, nih.” Aku membuka jendela dan memberinya uang dua ribuan.
“Eh sori mayori, pasaran eyke disini cenggo, nih eyke balikin gope, ada bekas kerokan semalem.” Lanjut si bencong.
Mobil langsung kupacu ketika lampu berwarna hijau. Wajah Lidya masih cemberut. Tanpa sadar, aku telah sampai dirumah Lidya.
“Kamu bisa bahasa Indonesia gak sih?” Tanya Lidya.
“Emang kenapa?”
“Aku minta cari taksi, bukan minta anterin pulang. Kalo mamahku tau besok aku jadi batu.”
“Eh iya... Maaf...Aku...”
“Jangan harap besok kamu bisa jalan – jalan sama batu.”
Lidya keluar mobil dan masuk kerumah. Aku segera meninggalkan rumah Lidya.
*
“Lidya...” begitu isi SMS yang ku kirim ke Lidya.
“Apa?” Balasnya.
“Syukur...masih bales SMS, untung gak jadi batu.” Balasku.
“Ada apaan sih? Aku gak bisa keluar lagi malam – malam, pajama drive kita udah abis.”
“Tapi izinin aku untuk ngewarnain malem ini, malem ini aja.”
“Maksud kamu?”
“Liat jendela deh.”
Lidya membuka jendela dan melihat aku disamping mobil melambaikan tangan kearahnya. Aku menunjuk kearah kananku, dan Lidya menoleh.
DUAAARRR!!!
Bunyi ledakan mercon terdengar. Suara kembang api ikut menyaut. Langit malam ini diwarnai oleh kembang api untuk Lidya. Mulai dari kembang api air mancur, hingga berbentuk bunga semuanya mewarnai malam ini.
“Jadi... ini maksud kamu mewarnai malam?” Tanya Lidya di SMS.

 ***
Fanfict kiriman dari:


Read more: http://alimusiri.blogspot.com/2013/03/kembang-api-untuk-lidya.html#ixzz2ZuOZZysn

tentang akicha

Fakta Tentang Aki Takajo JKT48
Fakta Tentang Aki Takajo JKT48



Malam semua,,
happy satnite yaa ^_^ hehe

Malam hari ini saya mau share lagi nih Fakta Tentang Member JKT48 ... Kali ini Fakta Tentang Aki Takajo JKT48 ..

Yukk, langsung saja ini Fakta Tentang Aki Takajo JKT48 :


  1. Nama: Aki Takajo
  2. Lahir 31 Oktober 1991, Tokyo, Jepang.
  3. Termasuk dalam generasi ke 6 Kenkyuusei AKB48 sebelum dipromosikan kedalam Team A pada tanggal 29 Desember 2008. www.ramashare.com
  4. Member kenkyuusei yang paling cepat dipromosikan kedalam team inti.
  5. Teman dekat Kitahara Rie (AKB48 Team B).
  6. Oshimennya Noro Kayo (SDN48) dan respect terhadap Shinoda Mariko (Team A).
  7. Makanan Favorite: Strawberries, Lemons, asinan plum.
  8. Minuman Favorite: Milk Tea www.ramashare.com
  9. Artis Favorite: YUI dan Girl Nest Door
  10. Musim Favorite: Musim Gugur (sesuai namanya mungkin)
  11. Single AKB favorite: Iiwake Maybe
  12. Stage Song Favorite: Heart gata virus dan Kataomoi no Taikakusen.
  13. Isho Favorite: heart gata virus.
  14. Anak ke-2 dari 3 bersaudari.
  15. Jago main tennis. www.ramashare.com
  16. Penggemar anjing (memiliki anjing bernama Win-kun).
  17. Merupakan member Art Club dan Driving Club AKB48.
  18. Termasuk dalam Unit French Kiss bersama Kashiwagi Yuki dan Kuramochi Asuka.
  19. Paling jago menjerengkan matanya ke kanan dan ke kiri dengan arah yang berlawanan ataupun searah
  20. Tidak Suka Buah Durian / Duren
Terima kasih sudah membaca artikel Fakta Tentang Aki Takajo JKT48 .. Sering berkunjung yaa ^_^



sumber: http://alimusiri.blogspot.com/

menjemput feriska


Nampak sebuah sekolah, dengan papan yang sudah usang bertuliskan STM 69. Sebuah sekolah menengah, dengan kategori STM (Sekolah Tawuran Mulu). Ya, aku bersekolah di STM itu. Di sebrang sekolahku, ada sebuah sekolah bernama “Harapan Bangsa”. Kalau yang satu ini sekolah dengan standar SSN (Sekolah Sangat Norak). STM 69 adalah sekolah yang terkenal dengan siswa yang suka tawuran. Sedangkan sekolah “Harapan Bangsa” diisi dengan siswa-siswi pintar dan berprestasi.
Suatu siang yang cukup panas, aku dan teman – temanku yang keluar gerbang sekolah dengan gembira menuju tongkrongan kami yang tidak jauh dari sekolah. Saat aku sedang berjalan dengan teman – temanku, pandanganku terpaku pada gadis di sebrang jalan. Gadis manis berlesung pipit, dengan rambut poni, membawa tas merah bertulisan, “Cookie Monster”. Dengan susah payah aku mengeja tulisan yang ada gambar kartun dibawahnya.
Ah, bahasa inggrisku payah. Nilaiku saja dibantu guru. Guru memang bisa membantu nilai, tapi mana bisa membantu aku kenalan dengan gadis itu. Kucoba mengumpulkan keberanian. Kusebrangi jalan dan mendekati gadis itu dengan teman-temannya.
“Eh...boleh, kenalan?” Tanyaku secara tiba-tiba.
“Hello... situ oke? Yiuuhh” ucap seorang teman dari gadis itu, yang gayaknya gaul meledekku.
“Mau kenalan banget apa kenalan aja?” Seorang temannya yang lain ikut meledek.
Mereka langsung meninggalkanku. Tapi gadis itu sempat menolehku walau hanya sekejap. Iya, hanya sekejap. Iya sekejap ia sempat menolehku. (Gak perlu diulang lagi kan?)
Itu adalah moment yang cukup indah karena selama aku sekolah baru kali ini ada gadis manis yang menolehku walau hanya sekejap. Ya secara sekolahku isinya cowok semua. Sedangkang sekolah sebrangku isinya anak orang kaya semua. Ya gak semua juga sih, tapi rasa – rasanya sekolah kami terpisahkan oleh sebrang jalan itu membuat perbedaan kasta.
*
Rasa ingin tahu dan kepo makin menggeluti diriku. Seusai pulang sekolah hari ini aku kembali mencari gadis itu.
Ah, dia sedang berdiri sendiri di depan sekolah. Kuhampiri saja atau tidak? Ah, kali ini aku tidak punya nyali. Kuperhatikan ia sedang sibuk dengan HP ditangannya. Melihat perwujudan dari gadis itu dan tangannya memegang HP ada 2 kemungkinan; pertama ia dijemput seorang pria dengan mobil; kedua ia dijemput seorang supir dengan mobil.
Dugaanku benar!! Ia dijemput seorang supir. Kenapa seorang supir? Karena ia langsung masuk di kursi belakang.
Kalau ia dijemput seorang pria, anggap saja pria itu gebetan(kalau sampai ia punya pacar, hancur sudah dunia tawuran) dengan bergaya gebetannya itu membuka kaca mobil, dan mereka bicara sebentar lalu si gadis duduk didepan. Mobil itu melaju meninggalkan sekolah. Aku masih penasaran ingin tahu siapa nama gadis itu.
Aku mencoba menyebrang menuju sekolah itu. Dari belakangku, temanku, Coki, menepuk pundakku.
“Lu ngapain ke sekolah sebrang?” Tanya Coki.
“Ha? Eh...mau ngambil formulir buat sodara gua dari Pandeglang.” Jawabku mengarang.
“Borju juga sodara lo. Lo nongkrong kan? Anak-anak udah nunggu tuh.”
“Iya Cok, ntar gua nyusul . Selaw.” Jawabku mengeles.
Aku mulai mencari ruangan yang bertuliskan “Tata Usaha”. Nah, ada seorang Ibu dengan pakaian dinas sekolah itu, sedang menatap layar komputernya.
“Misi Bu.”
“Kenapa? Mau dispensasi bayaran?” Jawab Ibu itu.
“Bukan Bu, saya mau..” belum selesai ucapanku lagi-lagi dipotong.
“Mau ngasih surat dokte pas kemarin sakit?”
“Bukan Bu, saya mau nanya, siswi sini yang manis ada lesung pipit pake tas warna biru siapa ya namanya?” tanyaku.
Si Ibu itu melongok ke arahku. Ia membetulkan kacamatanya. “Lho, kamu kan anak sekolah sebrang? Ngapain kesini! Sana pergi.”
“Ta, tapi Bu...”
“Selama kamu adalah anak STM 69, dilarang bertanya info murid sini.”  Sambil didorongnya aku keluar ruangan. Ah, masa iya usaha ku mencari  tahu nama gadis itu kandas disini?
*
Besoknya, aku kembali ke sekolah itu saat jam pulang sekolah. Ketika aku berjalan ke Pos Satpam, ada sarung dan Peci. Aku pun mempunyai sebuah ide.
Kupakai sarung itu dengan lipatan Ninja, aku segera menemui Ibu tata usaha. Baru selangkah aku masuk, Ibu itu takut dikiranya aku akan merampok.
 “Bu, saya kan gak pake seragam STM, jadi boleh kan?”
Ibu itu segera berlari. Aku mencoba mengecek komputer. Tidak lama 2 orang satpam menuju tata usaha. Aku segera kabur. Ku lompati kolam ikan. Kuterobos kantin yang masih cukup ramai. Sampai akhirnya aku berada di lorong koridor. Saat berlari tidak sengaja aku menabrak gadis itu.
“Aduh, kalo jalan pake mata dong.” Ucap gadis itu.
“Kalo jalan pake mata, kakinya dikemanain?” Jawabku
“Eh, lo bukannya cowok kemarin ya? Lo ngapain kayak gini?”
“Gue cuma pengen tau nama lo. Tapi sekarang gue mesti kabur dulu yah, daaah.”
Aku segera berlari dikejar satpam sekolahan itu. Ah, gagal lagi aku kenalan dengannya. Aku berjanji tidak akan adu lari lagi dengan satpam sekolah.
*
Di lain hari, aku cabut sekolah bersama Coki dan Vijay. Kami masuk ke Gang sebelah sekolah Harapan Bangsa. Ah, kini terlihat kelas gadis itu dari gang. Ia duduk dibelakang dekat jendela. Kuketuk jendela itu dengan pelan.
“Eh..”
“Lho, kamu? Ngapain kesekolahku lagi?” bisiknya pelan dari jendela
“Kalo sehari lagi aku ngga tau nama kamu, aku bisa setengah waras.” Gadis itu tertawa. Kemudian ia menuliskan namanya di kertas. Frieska.
“Hai Frieska....”
“Nah kamu udah tau namaku kan. Sekarang mau apalagi.”
“Maunya...kenal kamu lebih jauh.”
“Udah ah, jangan aneh-aneh deh. Eh tapi kan ini lantai 2, kok kamu...”
Frieska melihat aku digendong oleh kedua temanku disamping gang. Coki dan Vijay terlihat kelelahan. Frieska hanya tersenyum saja.
*
Setelah kenalan dengan Frieska, aku sering menemuinya di depan sekoahnya sambil menunggu dia dijemput supirnya. Kalau supirnya telat, kadang kami membeli es krim di kedai dekat sekolah.
“Kok kamu gak makan es krim? Gak doyan?” Tanya Frieska.
“Doyan, cuma aku takut diabetes.”
“Lho? Ini kan cuma es krim cokelat?” Tanya Frieska heran.
“Nah, es krim cokelat kan manis, udah gitu makannya sambil liatin kamu, manisnya kuadrat.”
Frieska hanya tertawa sambil menjejali es krim itu kepadaku.
*
Di sore yang lain, aku menemani Frieska cukup lama. Supirnya tak kunjung datang.
“Mamaku barusan nelfon, katanya supirku lagi nganter mamah ke bandara.”
“Terus kamu pulangnya gimana?”
“Gatau, bingung.”
“Aku cariin taksi yah.”
“Dirumah gak ada orang.” Jawab Friska dengan lemas.
“Bentar, Fris, jangan kemana-mana.”
Sebelum Frieska menjawab, aku segera pergi meninggalkannya. Frieska masih menungguku di depan sekolahnya. Aku pun datang dengan motor matic.
“Ini motor siapa?” Tanya Frieska.
“Temenku. Yuk aku anter pulang, daripada bingung.”
“Tapi...”
“Udah gausah pake tapi.” Aku segera memberikan helm kepada Friska.
Ia duduk dibelakangku dengan posisi miring. Saat sudah di jalan raya, aku meng-gas motor agak kencang. Tangan Frieska memeluk erat tubuhku karena angin agak kencang.
Sesampainya dirumahnya, Frieska turun dari motor dan memberikan Helm kepadaku.
“Hem...gak ada basa-basi, nawarin masuk atau minum gitu.” Tanyaku.
“Hahaha...” Frieska tertawa.
“Kok ketawa?”
“Kamu itu kebanyakan nonton FTV.”
“Lho? Aku sih ngarepnya kisah kita ini jadi FTV, atau seenggaknya jadi cerpenlah.”
“Udah sana kamu pulang. Siapa tau besok sore bisa nganterin aku lagi.”
“Yauda, aku pulang yah. Masuk sana kamu.”
Frieska masuk ke pagar. Aku mencoba menyalakan motor. Saat sedang menyalakan, Frieska datang dan mencium pipi kiriku. Aku kaget. Wajah Frieska memalu. Ia lalu masuk kembali kedalam.
“Weeei, ntar aku pulang gak mandi nih ya. Biar bekas kamu gak ilang.”   Aku pun tertawa sendiri. Motor nyala, akupun pulang.
*
Di sebuah sore, aku menghampiri Frieska yang sedang bersama teman – temannya di depan sekolah. Saat baru tiba, seorang temannya yang agak bule memberikan sambutan.
“Hey, who the hell this ugly boy?” Ucap teman Frieska.
“Ngomong opo toh kowe.” Ucapku.
“What are you talking about?” Balas si Bule itu.
“Modyar. Ra ngerti aku kowe ngomong opo.” Balasku dengan logat jawa.
Frieska segera menarikku dari teman-temannya.
“Very annoying couple” Lanjut si Bule dari kejauhan.
“Hahaha maafin temenku yah.” Ucap Frieska.
“Kamu hari ini dijemput?”
“Iya, supirku bisa jemput hari ini”
“Yah gak pulang bareng aku deh, akunya gak dicium deh.”
“Dasar genit. Kalo mau nganterin aku pulang besok aja.”
“Hemm...yaudah. Aku duluan yah, mau main sama temen-temenku dulu.” Pamitku
Frieska hanya tersenyum saja dan kembali pada teman-temannya.
*
Sore itu di lain hari, agak mendung. Tidak lama hujan turun. Frieska menungguku di sekolah. Habis sudah kesabaran ia menungguku. Ia menyuruh satpam sekolah untuk mencarikan taksi. Frieska pulang dengan taksi disertai wajah cemberut yang membuat bibirnya ingin jatuh dari mulutnya. Kemana aku?
Malam tiba. Aku menghampiri rumah Frieska. Kamar Frieska berada dibelakang rumahnya. Dengan nekat aku memanjat pagar rumahnya dan mengetuk jendelanya.
“Fries....”  Ucapku memelas. “Kamu marah ya?”
“Mau apa kamu?” tanya Frieska jutek.
“Maaf tadi aku gak bisa nganter kamu pulang.”
“Aku gak masalah ya kamu gak nganterin aku pulang. Yang aku kesel tuh bete nungguin kamu lama, gak ada kabar.” Ucap Frieska dengan bibir manyun.
“Maaf. Tadi Coki digebukin STM lawan gara-gara rebutan tongkrongan. Aku sama temen-temen jadinya nyamperin kesana. Terus aku tadi juga ngurusin prakarya mobil uap.”
“Udah, mau ngomong itu aja?” Jawab Frieska dengan jutek.
“Satu lagi.”
“Apa?”
“Hem...ini artinya apa ya?” Aku menunjukkan foto di Hpku bertuliskan; your school sucks!! Go to the hell
“STM lawan nyoret itu di tongkrongan. Aku nggak ngerti artinya apaan. Temen-temenku pada kesel banget.” Ucapku.
Dengan menarik nafas panjang dan dihembuskan, Frieska menjawab dengan jutek dan manyun.
“Artinya; jangan pernah temuin aku lagi.” Frieska menutup jendela dan hordeng.
Aku terduduk di bawah jendela Frieska. Aku pulang dengan lemas. Seolah awan mendung dan gemuruh langit menemaniku malam itu.
*
Besoknya di sekolah aku menatap tulisan di hp ku dan arti kata dari Frieska. “Jangan pernah temuin aku lagi.” Selalu terngiang di telingaku. Vijay mengajakku untuk menuju bengkel prakarya. Dengan wajah tertunduk aku ikut dengan teman-temanku.
Sesekali aku melihat Frieska bersama teman-temannya di depan sekolahnya. Saat melihatku ia segera membuang mukanya. (Lalu  memungut mukanya lagi). Aku sempat putus asa.
*
Yak. Ini adalah hari yang dinanti aku dan teman-teman STM sekolahku. Hari uji coba Mobil Uap prakarya sekolah kami. Uji Coba ini dihadiri beberapa Menteri. Aku dan Coki berkesempatan mencoba 2 dari 4 mobil prakarya.
Coki menyalakan mobilnya dan berputar ke sekeliling halaman bengkel. Aku menyalakan mobil. Semua teman-teman bertepuk tangan. Aku mengemudikan mobil itu keluar sekolah. Beberapa orang nampak heran.
“Pak, mobil tersebut sedang di tes di jalan raya mengenai kilometer apakah ada masalah atau tidak.” Coki menjelaskan kepada guru dan tamu undangan. Sebenarnya bukan menjelaskan, tapi berbohong.
Aku mengemudikan mobil itu ke sekolah Frieska. Ia dan teman-temannya sedang makan es krim. Frieska mengampiriku.
“Mau apa lagi kamu?” Tanya Frieska. Ya...tentunya dengan jutek manyun.
“Aku cuma mau kamu.” Mintaku ke Frieska.
“Maksud kamu?”
“Iya, aku gak bisa lama-lama marahan sama kamu.”
“Yang ngajak marahan siapa? Yang bikin aku kesel siapa?”
“Iya iya aku salah. Aku janji, gak akan ngilang tanpa kabar, aku juga mau makan es krim sama kamu biarpun nanti aku diabetes.” Kataku sambil memohon.
“Huh...Gombal.” ucap Frieska. “ini mobil siapa?”
“Mobilku. Eh..Mobil prakarya sih. Aku anter pulang yuk.”
Frieska tersenyum. Kini bibir manyunnya menjadi lesung pipit yang manis. Ia masuk kedalam mobil. Ya, kini aku menjadi pria yang beda. Bukan supir yang menjemput Frieska. Bukan pula seorang pria biasa yang menjemput Frieska.
***
Fanfict kiriman dari: Aditya Rizky Gunanto
@AdityaRizkyG



Sumber : JKT48Fans


Read more: http://alimusiri.blogspot.com/2013/03/menjemput-frieska.html#ixzz2ZuJD8S2Z